Penulis : Ridho Al-Hamdi, MA
PENDAHULUAN
MENGAPA MUHAMMADIYAH MEMBUTUHKAN PETA CABANG DAN RANTING?
Setiap kebijakan pasti memiliki alasan yang mendasar mengapa kebijakan itu perlu dilaksanakan dan apa manfaatnya bagi pihak yang telah melaksanakan. Kebijakan LPCR untuk melakukan riset tentang pemetaan kondisi organisasi Muhammadiyah di tingkat Cabang dan Ranting sebagai level organisasi paling bawah menjadi sebuah keharusan bagi organisasi yang telah berusia satu abad ini. Meskipun secara dejure Muhammadiyah merupakan organisasi sosial-keagamaan yang tidak menuntut profit, tetapi secara defactogerakan yang didirikan oleh Kyai Dahlan ini telah bergerak pada bidang-bidang profesional seperti pendidikan dan kesehatan. Hal inilah yang pada akhirnya menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi modern terbesar tidak hanya di Indonesia tetapi di level dunia. Bahkan ada anggapan kalau Muhammadiyah seolah merupakan negara tersendiri.
Karena itulah, sebagai organisasi yang sangat ketat pada persoalan administratif dan dekat dengan dunia akademik, Muhammadiyah perlu menganalisa persoalan-persoalan organisasi secara sistematik, metodologis dan tepat sasaran, bukan malah seperti “dewa mabuk” yang menyelesaikan masalah secara serampangan. Tradisi riset atau penelitian menjadi salah satu solusi bagi Muhammadiyah untuk mengetahui persoalan-persoalan dan potensi kekuatan yang dimiliki oleh Muhammadiyah. Secara terperinci, berikut ini alasan mengapa Muhammadiyah perlu melakukan riset tentang pemetaan kondisi Cabang dan Ranting serta manfaat dari hasil riset ini:
1. Meskipun sudah berusia satu abad, Muhammadiyah masih lemah dalam kepemilikan data kuantitatif Cabang dan Ranting yang meliputi nama PRM, alamat PRM serta nama ketua dan sekretaris PRM beserta kontak personnya. Dengan memiliki data kuantitatif ini, Muhammadiyah dapat memetakan dimana harus melakukan pemekaran dan dimana harus melakukan penguatan organisasi.
2. Organisasi ibarat tubuh manusia yang perlu didiagnosa kesehatannya. Dengan pemetaan ini, Muhammadiyah akan mengetahui kesehatan masing-masing Cabang dan Ranting. Dengan diketahui kesehatan tersebut, maka Muhammadiyah akan memiliki peta kekuatan organisasi serta di Cabang dan Ranting mana Muhammadiyah perlu melakukan penguatan organisasi.
3. Meskipun Muhammadiyah memiliki gagasan untuk membuat peta dakwah Muhammadiyah, tetapi pada kenyataannya peta dakwah itu belum dapat terwujud apalagi dioperasionalkan pada tataran praktis. Karena itu, peta yang akan dihasilkan dari riset ini tidak sekedar peta administratif, tetapi juga menjadi basis data bagi dakwah Muhammadiyah. Dalam kuesioner, ada pertanyaan adakah masjid dan musholadi Ranting? Adakah muballigh dan muballighat? Kalau ada berapa jumlahnya? Apa saja problem sosial yang dihadapi oleh PRM setempat? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya?
4. Dengan peta tersebut, dakwah Muhammadiyah menjadi semakin jelas. Misalnya dimana Majelis Tabligh harus konsen dalam membina Cabang dan Ranting dan di Ranting mana MPM dan Majelis Ekonomi harus menggerakkan pusat-pusat pemberdayaan ekonomi warga Muhammadiyah, dimana LSBO harus menghidupkan pusat-pusat kesenian dan olahraga serta di Cabang dan Ranting.LPB harus memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki Muhammadiyah dalam memanfaatkan fasilitas guna penanggulangan bencana alam. Dengan peta tersebut, persebaran dakwah dari masing-masing Majelis dan Lembaga yang ada di lingkungan Muhammadiyah benar-benar tepat sasaran. Selama ini terkadang Muhammadiyah selalu hadir pada acara-acara dimana Cabang maupun Ranting yang aktif saja. Sedangkan di Cabang dan Ranting yang mati tidak pernah didatangi.
5. Muhammadiyah adalah rumah besar yang satu sama lain adalah keluarga utuh. Karena itu, untuk mengetahui kegiatan antar keluarga, dibutuhkan peta dinamis atau peta bergerak yang dikemas dalam online map. Dalam online map ini akan dihadirkan kegiatan-kegiatan terbaru dari Cabang dan Ranting di seluruh nusantara.
Tentunya, data apapun bentuknya akan sangat bermanfaat bagi perkembangan organisasi. Setiap langkah yang ditetapkan oleh Muhammadiyah akan sangat berguna jika langkah itu selalu berpijak pada data yang telah dimiliki. Dengan data tersebut, Pimpinan Pusat maupun PWM dan PDM menjadi paham dengan perkembangan pasukan organisasinya di level Cabang dan Ranting. Hidup dan matinya Muhammadiyah tidak di Pusat, Wilayah dan Daerah melainkan di Cabang dan Ranting. Karena itu, jika ingin menghidupkan dan mendinamiskan Muhammadiyah, cukuplah dengan menghidupkan Cabang dan Ranting. Sebaliknya, jika ingin mematikan, menguburkan serta mengabadikan nama Muhammadiyah dalam sebuah museum peradaban, cukup dengan mematikan Cabang dan Rantingnya. Sekarang, dimana pilihan kita? Anda semua yang dapat menentukan!
TAHAP 1:
PRA PELAKSANAAN
Tahap pertama ini merupakan hal-hal yang harus dipersiapkan oleh LPCR PWM sebelum pembuatan peta dilakukan. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:
I. Langkah Pertama: Koordinasi dengan Pihak Terkait dan Membangun Kesepahaman
1. Koordinasi internal. LPCR PWM mengadakan rapat internal untuk membentuk Tim Ad Hoc (kepanitiaan bersifat sementara) yang bertanggung jawab untuk pembuatan peta tersebut. Tim tersebut diketuai oleh pengurus LPCR dan dibantu oleh beberapa pengurus lain. Sebagai catatan: jangan semua pengurus LPCR terlibat dalam pembuatan peta ini karena itu akan mematikan struktur dan program lain bisa tidak berjalan.
2. Paham MOU. Pengurus LPCR PWM dan Tim Ad Hoc harus benar-benar memahami MOU antara LPCR dan Majelis Dikti tentang pengembangan Cabang dan Ranting. Dengan memahami MOU tersebut, maka LPCR dan Tim dapat bekerjasama dengan pihak universitas tentang pembuatan peta.
3. Audensi ke PWM. LPCR PWM dan Tim Ad Hoc melakukan audiensi kepada PWM dan menjelaskan tentang pentingnya pembuatan peta ini dalam rangka dakwah Muhammadiyah dan penguatan basis akar rumput. Harapannya PWM mendukung penuh program pembuatan peta tersebut.
4. Mengundang LPCR PDM. Setelah berkoordinasi dengan PWM, LPCR PWM mengundang LPCR PDM di wilayahnya untuk menjelaskan juga tentang program tersebut serta pentingnya untuk peta dakwah Muhammadiyah di tingkat Kabupaten/Kota. Dalam pertemuan tersebut, libatkan pihak LPCR PDM sebagai mitra kerja bukan sebagai pekerja teknis. Karena pekerja teknis atau surveyor lapangan akan diambil dari kalangan mahasiswa atau AMM.
5. Koordinasi dengan PTM sebagai mitra utama. Setelah PWM dan LPCR PDM memahami pentingnya program tersebut dan mendukung dengan sepenuhnya, LPCR PWM dan Tim beserta PWM mengundang atau mendatangi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) di wilayahnya untuk membahas tentang pembuatan peta ini. Semua PTM di Indonesia sudah dikirimkan MOU tersebut oleh LPCR PP Muhammadiyah pada Bulan November 2012. Karena itu, pihak rektor dan jajarannya setidaknya sudah mengetahui MOU tersebut. Namun, untuk menjembatani ketidakpahaman tersebut, lebih baiknya saat berkoordinasi LPCR membawa kopian MOU tersebut dan kembali menjelaskan tentang pentingnya pembuatan peta ini serta manfaatnya untuk pihak kampus.
6. Sebagai catatan: semua biaya pembuatan peta ini ditanggung oleh pihak PTM.
II. Langkah Kedua: Perkuat Tim Teknis
1. Perkuat tim. Setelah langkah pertama selesai, langkah selanjutnya adalah memperkuat tim teknis yang bertugas menjadi surveyor atau pengumpul data di lapangan. Tim teknis ini bisa terdiri dari SDM yang dimiliki oleh PTM yaitu mahasiswa maupun aktivis AMM atau gabungan antara kedua. Yakinkan kepada para mahasiswa untuk dapat bekerja secara profesional.
2. Petakan kebutuhan jumlah anggota tim. Jumlah anggota tim surveyor tergantung kebutuhan tim berdasarkan banyak sedikitnya jumlah kabupaten di provinsinya. Sebagai ilustrasi, jika satu provinsi ada 10 kabupaten/kota, maka surveyor dapat terdiri dari 30 mahasiswa. Per Kabupaten/Kota terdiri dari 3 orang surveyor.Selain surveyor harus ada pihak yang menjadi koordinator regional. Misalnya dari 10 Kabupaten/Kota tersebut dapat dibagi menjadi tiga regional, sehingga tim membutuhkan tiga orang yang bertugas sebagai koordinator untuk mengontrol para surveyor yang akan diterjunkan di lapangan. Koordinator regional bisa terdiri dari dosen atau pengurus LPCR.
3. Pembekalan anggota tim. Difasilitasi oleh PTM, diadakan pembekalan untuk semua anggota tim surveyor tentang tahapan-tahapan yang harus mereka lakukan. Namun dalam pembekalan ini perlu juga diberikan materi-materi dasar seperti kemuhammadiyahan, struktur yang ada di Muhammadiyah, termasuk peta kondisi sosial di masing-masing Kabupaten/Kota. Karena itu, dalam pembekalan ini diundang juga LPCR PDM untuk memaparkan tentang kondisi riil yang dihadapai oleh Muhammadiyah di masing-masing lokal. Mohon dipastikan semua surveyor benar-benar paham kuesioner dan pengetahuan tentang Muhammadiyah. Hal ini agar tidak menjadi kendala pada saat di lapangan
4. Koordinasi teknis antara tim surveyor dengan LPCR PDM. Untukmemperkuat urusan teknis di lapangan, masing-masing tim surveyor mengadakan koordinasi dengan pihak LPCR PDM sebagai mitra dalam pembuatan peta ini. Koordinasi dapat dilakukan pada saat pembekalan dan berkunjung ke kantor PDM masing-masing. Dalam kunjungan ini, diharapkan tim sudah mendapatkan data awal berupa kontak person masing-masing pengurus PCM dan PRM yang ada di kabupaten/kota tersebut. Selain itu, tim juga harus mencari data tentang kondisi sosial yang dihadapi oleh Muhammadiyah di kabupaten/kota tersebut.
5. Tetapkan basecamp. Pada saat kunjungan awal ke PDM, tim harus menetapkan basecamp yang akan ditempati selama penerjunan nanti. Basecamp bisa di tempat salah satu pengurus PDM, di kantor PDM, atau di penginapan sesuai kesepakatan tim.
6. Pembuatan time schedule. Setelah data awal didapatkan, semua tim surveyor kembali lagi ke markas utama untuk bersama-sama melaporkan data lapangan yang telah didapatkan. Dalam pertemuan ini, masing-masing Tim sudah membuat time schedule kapan dan apa saja yang harus dilakukan selama terjun ke lapangan. Masukan dan kritikan antar tim harus dilakukan guna kesempurnaan dan kelancaraan pada saat di lapangan nanti.
7. Persiapan-persiapan sebelum terjun ke lapangan. Setelah time schedule fiks, Tim harus mempersiapkan hal-hal yang akan dilakukan selama di lapangan, baik alat-alat maupun instrumen yang akan dibawa. Tentunya persiapan pribadi masing-masing anggota tim harus dipersiapkan sejak sekarang. Masing-masing Tim harus solid dan berbagi tugas selama di lapangan.
TAHAP 2:
PELAKSANAAN
Setelah tahap pertama dipastikan selesai dan tidak ada persoalan, maka tim surveyor siap menuju ke lokasi masing-masing. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap pelaksanaan ini adalah sebagai berikut:
A. Langkah Pertama: Menuju Lokasi
1. Tim menuju lokasi (basecamp). Kendaraan yang digunakan sesuai dengan kebutuhan tim, bisa berupa motor, mobil atau naik kendaraan umum (bis, kereta, kapal, pesawat, dll).
2. Koordinasi dengan tim lokal. Setelah sampai di lokasi, tim berkoordinasi dengan LPCR PDM (jika memungkinkan juga dengan pihak PDM) untuk memperkuat agenda selama di lokasi.
B. Langkah Kedua: Pengumpulan Data
1. Mengundang PCM. Tim meminta LPCR PDM untuk mengumpulkan PCM-PCM yang ada di Kabupaten/Kota tersebut yang sebelumnya pada saat observasi awal sudah diminta untuk mengundang semua PCM dan mengumpulkan pada satu forum.
2. Pengumpulan data PCM dan kerjasama. Pada forum tersebut, tim menjelaskan maksud dan tujuan serta pentingnya melakukan riset peta serta diharapkan kerjasama pihak PCM dalam mensukseskan program tersebut. Dalam forum tersebut, Tim melakukan wawancara ke masing-masing PCM guna menggali data sesuai kuesioner.
3. Hunting kontak person PRM. Selain itu, dalam forum tersebut Tim juga mengumpulkan kontak person masing-masing pengurus PRM.
4. Terjun ke PRM.Sesuai kesepakatan waktu yang sudah dibuat dengan PCM dan PRM, Tim mendatangi lokasi masing-masing PRM guna melihat data riil di lapangan. Selain mengunjungi PRM, Tim juga harus mengunjungi kantor PCM untuk melihat data yang ada di lapangan. Dalam membuat appointment, Tim harus membuat nyaman pihak PCM dan PRM sehingga tidak terkesan memaksa dan mengganggu pekerjaan mereka.
5. Terjun langsung ke PCM dan PRM yang tidak aktif. Tentu tidak semua PCM dan PRM dapat diajak kerjasama. Hampir dipastikan selalu ada PCM dan PRM yang kurang aktif bahkan tidak ada kontak person yang bisa dihubungi untuk kunjungan ke lapangan. Karena itu, untuk menjembatani persoalan tersebut, Tim harus bekerjasama dengan LPCR maupun pihak PDM serta PCM di sekitarnya untuk memecahkan problem tersebut.
6. Jangan lupa dokumentasi foto.Masing-masing Tim harus memiliki alat dokumentasi foto meskipun sederhana.Ini sebagai alat bukti dan laporan bahwa mereka sudah terjun ke lokasi.
7. Pastikan semua problem dapat diselesaikan. Tim diharapkan selalu berkonsultasi dengan koordinator regional serta dengan pihak lokal agar semua kendala dan tantangan dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
8. Koordinasi periodik dengan tim lokal. Selama di lokasi, Tim harus berkoordinasi secara periodik dengan Tim lokal sehingga semua data dapat terkumpul dan pulang ke markas dengan hasil yang sangat maksimal dan memuaskan.
C. Langkah Ketiga: Kembali ke Markas
1. Kembali ke markas. Setelah semua data terkumpul, Tim kembali ke markas untuk melaporkan semua data yang telah didapatkan dari lapangan.
2. Memilih dan memilah data. Data yang sudah terkumpul diharapkan dipilih dan dipilah sesuai dengan kebutuhan. Diharapkan masing-masing anggota bertanggung jawab atas tugasnya.
D. Langkah Keempat: Skoring dan Analisa Data
1. Skoring data. Setelah data terkumpul, langkah berikutnya adalah skoring kuesioner baik itu Cabang maupun Ranting.
2. Input data. Data disalin ulang ke dalam program excel atau program yang telah dibuat. Kemudian hasilnya diprint dan dijilid sebagai dokumentasi organisasi.
3. Analisa data. Tim harus melakukan analisa terhadap data berdasarkan kategori keaktifan yang telah ditetapkan (terlampir). Laporan analisa dapat dibuat berupa tabel maupun grafik agar memudahkan dalam membacanya.
E. Langkah Kelima: Presentasi, Cetak, Sosialisasi
1. Public presentation. Setelah semua input dan analisa selesai, langkah selanjutnya adalah mempresentasikan hasil riset kepada warga Muhammadiyah untuk mendapatkan kritik dan saran. Mengadakansebuah forum publik sebagai ajang pelaporan dan presentasi dari hasil riset. Forum ini selain untuk kepentingan bersama juga menjadi ajang evaluasi terhadap kondisi saat iniakar rumput Muhammadiyah. Semua pihak yang terlibat harus diundang dalam forum ini.
2. Dicetak jadi buku. Setelah proses presentasi dan kritikan datang dari berbagai pihak, maka saatnya tim memverifikasi ulang data lapangan serta memperbaiki hal-hal yang dianggap penting untuk kesempurnaan hasil riset. Setelah selesei, hasil laporan dijadikan bukum, kemudian disosialisasikan ke warga Muhammadiyah, terutama PCM dan PRM.
3. Sosialisasi terus menerus. Proses sosialisasi tidak hanya dilakukan oleh pihak PTM maupun LPCR Wilayah, tetapi pihak LPCR PDM juga dipersilahkan untuk mempresentasikan di hadapan masing-masing PCM dan PRM-nya sebagai forum untuk evaluasi bersama.
TAHAP 3:
EVALUASI
Tahap evaluasi dilakukan untukmelihat apa saja hal-hal yang harus dibahas selama perjalanan riset ini. Kekurangan dan kendala harus diinventarisir oleh tim untuk menjadi bahan evaluasi pada program-program selanjutnya yang serupa. Mengapa demikian? Riset peta tidak hanya berhenti di sini saja. Dengan data awal yang sudah dilakukan, riset-riset selanjutnya dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan persyarikatan maupun majelis dan lembaga yang membutuhkan riset terkait dengan pengembangan Cabang dan Ranting.
Adapun evaluasi bisa dilakukan antara LPCR PWM dengan pihak PTM, LPCR PWM dengan PWM dan LPCR PDM. Begitu juga evaluasi dapat dilakukan oleh LPCR PDM dengan PCM dan PRM di Daerahnya. Dari hasil riset ini, data dapat digunakan sebagai basis untuk memetakan dakwah dan menentukan program dan kegiatan majelis-lembaga sehingga tepat sasaran.