Category Archives: Pustaka Digital

Shalat Isyraq dan waktu pelaksanaannya menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah

 “waktu pelaksanaan shalat isyraq adalah sekitar 15 menit  setelah waktu terbit/tulu’ tiba”

Pengertian.

Isyraq/syuruq, berasal dari kata syarq yang maknanya timur, terbit, menerangi. Sedangkan istilah “shalat Isyraq” atau shalat syuruq sering disebut-sebut oleh para ulama kalangan Asy-Syafi’iyah sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab mereka terutama dalam kaitan pembahasan shalat dhuha.

Keutamaan dan Hukum Shalat Isyraq

Shalat ini dinamakan Shalat Isyroq atau Syuruq atau Thulu’. Dinamakan demikian karena pelaksanaannya berkaitan dengan waktu matahari terbit (mulai memancarkan sinarnya). Hukum shalat Isyroq/Syuruq adalah Sunnah. Keutamaannya: Orang yang melaksanakannya diberi pahala oleh Allah seperti pahala haji dan umroh dengan sempurna. Adapun dalil yang menunjukkan keutamaan ini adalah hadits berikut ini:

 Hadits Pertama:

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda: “Barangsiapa Mengerjakan shalat Shubuh berjamaah, lalu dia duduk berdzikir sampai matahari terbit, kemudian mengerjakan shalat dua rakaat, maka ia akan mendapatkan pahala haji dan umrah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “sempurna, sempurna, sempurna (pahalanya, pent).”

Faidah-faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:

  1. Shalat dua rakaat ini diistilahkan oleh para ulama dengan shalat isyraq (terbitnya matahari), yang waktunya di awal waktu shalat dhuha.
  2. Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, sampai matahari terbit, artinya: sampai matahari terbit dan agak naik setinggi satu tombak , yaitu sekitar 12-15 menit setelah matahari terbit, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang shalat ketika matahari terbit, terbenam dan ketika lurus di tengah-tengah langit.
  3. Keutamaan dalam hadits ini lebih dikuatkan dengan perbuatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam sendiri, dari Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu: bahwa Rasulullah shallallahu ˜alaihi wa sallam jika selesai melakukan shalat shubuh, beliau duduk (berzikir) di tempat beliau shalat sampai matahari terbit dan meninggi.
  4. Keutamaan dalam hadits ini adalah bagi orang yang berzikir kepada Allah di mesjid tempat dia shalat sampai matahari terbit, dan tidak berbicara atau melakukan hal-hal yang tidak termasuk zikir, kecuali kalau wudhunya batal, maka dia boleh keluar mesjid untuk berwudhu dan segera kembali ke mesjid.
  5. Maksud berzikir kepada Allah dalam hadits ini adalah umum, termasuk membaca al-Qurâ an, membaca zikir di waktu pagi, maupun zikir-zikir lain yang disyariatkan.
  6. Pengulangan kata sempurna dalam hadits ini adalah sebagai penguat dan penegas, dan bukan berarti mendapat tiga kali pahala haji dan umrah.
  7. Makna mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan umrah adalah hanya dalam pahala dan balasan, dan bukan berarti orang yang telah melakukannya tidak wajib lagi untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah jika dia mampu.

 Hadits Kedua:

Dari Abu Umamah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salla

bersabda: “Barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh di masjid secara berjamaah, lalu dia tetap berada di dalam masjid sampai melaksanakan shalat sunnah (di waktu, pent) Dhuha, maka (pahala) amalannya itu seperti pahala orang yang menunaikan ibadah haji atau umroh secara sempurna.”

Beliau mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh imam Thabrani namun sebagian perowinya masih diperselisihkan (kredibilitasnya, pent) oleh para ulama hadits, akan tetapi hadits ini memiliki jalan periwayatan lain yang banyak).

Waktunya

Waktu shalat Isyroq / Syuruq / Thulu’ ialah pada awal waktu shalat Dhuha atau shalat hari raya idul adha, yaitu setelah matahari terbit dan menaik setinggi 1 tombak. Atau jika diperkirakan dengan hitungan menit maka sekitar 10 s/d 20 menit setelah matahari terbit.

Dengan demikian waktu pelaksanaan shalat sunnah Isyroq / Syuruq tidak bertentangan dengan salah satu waktu terlarang mngerjakan shalat, yaitu ketika “pas/tepat” matahari terbit. Diriwayatkan dari Zaid bin Arqam di atas,”Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah pergi ke penduduk Qubba’ pada saat mereka mengerjakan shalat (Dhuha). Lalu beliau bersabda,

Continue reading Shalat Isyraq dan waktu pelaksanaannya menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah

PANDUAN TEKNIS TATA CARA DAN TAHAPAN-TAHAPAN PEMBUATAN PETA KONDISI CABANG DAN RANTING MUHAMMADIYAH

Penulis : Ridho Al-Hamdi, MA

 

PENDAHULUAN

MENGAPA MUHAMMADIYAH MEMBUTUHKAN PETA CABANG DAN RANTING?

Setiap kebijakan pasti memiliki alasan yang mendasar mengapa kebijakan itu perlu dilaksanakan dan apa manfaatnya bagi pihak yang telah melaksanakan. Kebijakan LPCR untuk melakukan riset tentang pemetaan kondisi organisasi Muhammadiyah di tingkat Cabang dan Ranting sebagai level organisasi paling bawah menjadi sebuah keharusan bagi organisasi yang telah berusia satu abad ini. Meskipun secara dejure Muhammadiyah merupakan organisasi sosial-keagamaan yang tidak menuntut profit, tetapi secara defactogerakan yang didirikan oleh Kyai Dahlan ini telah bergerak pada bidang-bidang profesional seperti pendidikan dan kesehatan. Hal inilah yang pada akhirnya menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi modern terbesar tidak hanya di Indonesia tetapi di level dunia. Bahkan ada anggapan kalau Muhammadiyah seolah merupakan negara tersendiri.

Karena itulah, sebagai organisasi yang sangat ketat pada persoalan administratif dan dekat dengan dunia akademik, Muhammadiyah perlu menganalisa persoalan-persoalan organisasi secara sistematik, metodologis dan tepat sasaran, bukan malah seperti “dewa mabuk” yang menyelesaikan masalah secara serampangan. Tradisi riset atau penelitian menjadi salah satu solusi bagi Muhammadiyah untuk mengetahui persoalan-persoalan dan potensi kekuatan yang dimiliki oleh Muhammadiyah. Secara terperinci, berikut ini alasan mengapa Muhammadiyah perlu melakukan riset tentang pemetaan kondisi Cabang dan Ranting serta manfaat dari hasil riset ini:

1.      Meskipun sudah berusia satu abad, Muhammadiyah masih lemah dalam kepemilikan data kuantitatif Cabang dan Ranting yang meliputi nama PRM, alamat PRM serta nama ketua dan sekretaris PRM beserta kontak personnya. Dengan memiliki data kuantitatif ini, Muhammadiyah dapat memetakan dimana harus melakukan pemekaran dan dimana harus melakukan penguatan organisasi.

2.      Organisasi ibarat tubuh manusia yang perlu didiagnosa kesehatannya. Dengan pemetaan ini, Muhammadiyah akan mengetahui kesehatan masing-masing Cabang dan Ranting. Dengan diketahui kesehatan tersebut, maka Muhammadiyah akan memiliki peta kekuatan organisasi serta di Cabang dan Ranting mana Muhammadiyah perlu melakukan penguatan organisasi.

3.      Meskipun Muhammadiyah memiliki gagasan untuk membuat peta dakwah Muhammadiyah, tetapi pada kenyataannya peta dakwah itu belum dapat terwujud apalagi dioperasionalkan pada tataran praktis. Karena itu, peta yang akan dihasilkan dari riset ini tidak sekedar peta administratif, tetapi juga menjadi basis data bagi dakwah Muhammadiyah. Dalam kuesioner, ada pertanyaan adakah masjid dan musholadi Ranting? Adakah muballigh dan muballighat? Kalau ada berapa jumlahnya? Apa saja problem sosial yang dihadapi oleh PRM setempat? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya?

4.      Dengan peta tersebut, dakwah Muhammadiyah menjadi semakin jelas. Misalnya dimana Majelis Tabligh harus konsen dalam membina Cabang dan Ranting dan di Ranting mana MPM dan Majelis Ekonomi harus menggerakkan pusat-pusat pemberdayaan ekonomi warga Muhammadiyah, dimana LSBO harus menghidupkan pusat-pusat kesenian dan olahraga serta di Cabang dan Ranting.LPB harus memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki Muhammadiyah dalam memanfaatkan fasilitas guna penanggulangan bencana alam. Dengan peta tersebut, persebaran dakwah dari masing-masing Majelis dan Lembaga yang ada di lingkungan Muhammadiyah benar-benar tepat sasaran. Selama ini terkadang Muhammadiyah selalu hadir pada acara-acara dimana Cabang maupun Ranting yang aktif saja. Sedangkan di Cabang dan Ranting yang mati tidak pernah didatangi.

5.      Muhammadiyah adalah rumah besar yang satu sama lain adalah keluarga utuh. Karena itu, untuk mengetahui kegiatan antar keluarga, dibutuhkan peta dinamis atau peta bergerak yang dikemas dalam online map. Dalam online map ini akan dihadirkan kegiatan-kegiatan terbaru dari Cabang dan Ranting di seluruh nusantara.

Tentunya, data apapun bentuknya akan sangat bermanfaat bagi perkembangan organisasi. Setiap langkah yang ditetapkan oleh Muhammadiyah akan sangat berguna jika langkah itu selalu berpijak pada data yang telah dimiliki. Dengan data tersebut, Pimpinan Pusat maupun PWM dan PDM menjadi paham dengan perkembangan pasukan organisasinya di level Cabang dan Ranting. Hidup dan matinya Muhammadiyah tidak di Pusat, Wilayah dan Daerah melainkan di Cabang dan Ranting. Karena itu, jika ingin menghidupkan dan mendinamiskan Muhammadiyah, cukuplah dengan menghidupkan Cabang dan Ranting. Sebaliknya, jika ingin mematikan, menguburkan serta mengabadikan nama Muhammadiyah dalam sebuah museum peradaban, cukup dengan mematikan Cabang dan Rantingnya. Sekarang, dimana pilihan kita? Anda semua yang dapat menentukan!

TAHAP 1:

PRA PELAKSANAAN

Tahap pertama ini merupakan hal-hal yang harus dipersiapkan oleh LPCR PWM sebelum pembuatan peta dilakukan. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:

I.  Langkah Pertama: Koordinasi dengan Pihak Terkait dan Membangun Kesepahaman

1.      Koordinasi internal. LPCR PWM mengadakan rapat internal untuk membentuk Tim Ad Hoc (kepanitiaan bersifat sementara) yang bertanggung jawab untuk pembuatan peta tersebut. Tim tersebut diketuai oleh pengurus LPCR dan dibantu oleh beberapa pengurus lain. Sebagai catatan: jangan semua pengurus LPCR terlibat dalam pembuatan peta ini karena itu akan mematikan struktur dan program lain bisa tidak berjalan.

2.      Paham MOU. Pengurus LPCR PWM dan Tim Ad Hoc harus benar-benar memahami MOU antara LPCR dan Majelis Dikti tentang pengembangan Cabang dan Ranting. Dengan memahami MOU tersebut, maka LPCR dan Tim dapat bekerjasama dengan pihak universitas tentang pembuatan peta.

3.      Audensi ke PWM. LPCR PWM dan Tim Ad Hoc melakukan audiensi kepada PWM dan menjelaskan tentang pentingnya pembuatan peta ini dalam rangka dakwah Muhammadiyah dan penguatan basis akar rumput. Harapannya PWM mendukung penuh program pembuatan peta tersebut.

4.      Mengundang LPCR PDM. Setelah berkoordinasi dengan PWM, LPCR PWM mengundang LPCR PDM di wilayahnya untuk menjelaskan juga tentang program tersebut serta pentingnya untuk peta dakwah Muhammadiyah di tingkat Kabupaten/Kota. Dalam pertemuan tersebut, libatkan pihak LPCR PDM sebagai mitra kerja bukan sebagai pekerja teknis. Karena pekerja teknis atau surveyor lapangan akan diambil dari kalangan mahasiswa atau AMM.

5.      Koordinasi dengan PTM sebagai mitra utama. Setelah PWM dan LPCR PDM memahami pentingnya program tersebut dan mendukung dengan sepenuhnya, LPCR PWM dan Tim beserta PWM mengundang atau mendatangi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) di wilayahnya untuk membahas tentang pembuatan peta ini. Semua PTM di Indonesia sudah dikirimkan MOU tersebut oleh LPCR PP Muhammadiyah pada Bulan November 2012. Karena itu, pihak rektor dan jajarannya setidaknya sudah mengetahui MOU tersebut. Namun, untuk menjembatani ketidakpahaman tersebut, lebih baiknya saat berkoordinasi LPCR membawa kopian MOU tersebut dan kembali menjelaskan tentang pentingnya pembuatan peta ini serta manfaatnya untuk pihak kampus.

6.      Sebagai catatan: semua biaya pembuatan peta ini ditanggung oleh pihak PTM.

II.  Langkah Kedua: Perkuat Tim Teknis

1.      Perkuat tim. Setelah langkah pertama selesai, langkah selanjutnya adalah memperkuat tim teknis yang bertugas menjadi surveyor atau pengumpul data di lapangan. Tim teknis ini bisa terdiri dari SDM yang dimiliki oleh PTM yaitu mahasiswa maupun aktivis AMM atau gabungan antara kedua. Yakinkan kepada para mahasiswa untuk dapat bekerja secara profesional.

2.      Petakan kebutuhan jumlah anggota tim. Jumlah anggota tim surveyor tergantung kebutuhan tim berdasarkan banyak sedikitnya jumlah kabupaten di provinsinya. Sebagai ilustrasi, jika satu provinsi ada 10 kabupaten/kota, maka surveyor dapat terdiri dari 30 mahasiswa. Per Kabupaten/Kota terdiri dari 3 orang surveyor.Selain surveyor harus ada pihak yang menjadi koordinator regional. Misalnya dari 10 Kabupaten/Kota tersebut dapat dibagi menjadi tiga regional, sehingga tim membutuhkan tiga orang yang bertugas sebagai koordinator untuk mengontrol para surveyor yang akan diterjunkan di lapangan. Koordinator regional bisa terdiri dari dosen atau pengurus LPCR.

3.      Pembekalan anggota tim. Difasilitasi oleh PTM, diadakan pembekalan untuk semua anggota tim surveyor tentang tahapan-tahapan yang harus mereka lakukan. Namun dalam pembekalan ini perlu juga diberikan materi-materi dasar seperti kemuhammadiyahan, struktur yang ada di Muhammadiyah, termasuk peta kondisi sosial di masing-masing Kabupaten/Kota. Karena itu, dalam pembekalan ini diundang juga LPCR PDM untuk memaparkan tentang kondisi riil yang dihadapai oleh Muhammadiyah di masing-masing lokal. Mohon dipastikan semua surveyor benar-benar paham kuesioner dan pengetahuan tentang Muhammadiyah. Hal ini agar tidak menjadi kendala pada saat di lapangan

4.      Koordinasi teknis antara tim surveyor dengan LPCR PDM. Untukmemperkuat urusan teknis di lapangan, masing-masing tim surveyor mengadakan koordinasi dengan pihak LPCR PDM sebagai mitra dalam pembuatan peta ini. Koordinasi dapat dilakukan pada saat pembekalan dan berkunjung ke kantor PDM masing-masing. Dalam kunjungan ini, diharapkan tim sudah mendapatkan data awal berupa kontak person masing-masing pengurus PCM dan PRM yang ada di kabupaten/kota tersebut. Selain itu, tim juga harus mencari data tentang kondisi sosial yang dihadapi oleh Muhammadiyah di kabupaten/kota tersebut.

5.      Tetapkan basecamp. Pada saat kunjungan awal ke PDM, tim harus menetapkan basecamp yang akan ditempati selama penerjunan nanti. Basecamp bisa di tempat salah satu pengurus PDM, di kantor PDM, atau di penginapan sesuai kesepakatan tim.

6.      Pembuatan time schedule. Setelah data awal didapatkan, semua tim surveyor kembali lagi ke markas utama untuk bersama-sama melaporkan data lapangan yang telah didapatkan. Dalam pertemuan ini, masing-masing Tim sudah membuat time schedule kapan dan apa saja yang harus dilakukan selama terjun ke lapangan. Masukan dan kritikan antar tim harus dilakukan guna kesempurnaan dan kelancaraan pada saat di lapangan nanti.

7.      Persiapan-persiapan sebelum terjun ke lapangan. Setelah time schedule fiks, Tim harus mempersiapkan hal-hal yang akan dilakukan selama di lapangan, baik alat-alat maupun instrumen yang akan dibawa. Tentunya persiapan pribadi masing-masing anggota tim harus dipersiapkan sejak sekarang. Masing-masing Tim harus solid dan berbagi tugas selama di lapangan.

TAHAP 2:

PELAKSANAAN

Setelah tahap pertama dipastikan selesai dan tidak ada persoalan, maka tim surveyor siap menuju ke lokasi masing-masing. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap pelaksanaan ini adalah sebagai berikut:

A.    Langkah Pertama: Menuju Lokasi

1.      Tim menuju lokasi (basecamp). Kendaraan yang digunakan sesuai dengan kebutuhan tim, bisa berupa motor, mobil atau naik kendaraan umum (bis, kereta, kapal, pesawat, dll).

2.      Koordinasi dengan tim lokal. Setelah sampai di lokasi, tim berkoordinasi dengan LPCR PDM (jika memungkinkan juga dengan pihak PDM) untuk memperkuat agenda selama di lokasi.

B.     Langkah Kedua: Pengumpulan Data

1.      Mengundang PCM. Tim meminta LPCR PDM untuk mengumpulkan PCM-PCM yang ada di Kabupaten/Kota tersebut yang sebelumnya pada saat observasi awal sudah diminta untuk mengundang semua PCM dan mengumpulkan pada satu forum.

2.      Pengumpulan data PCM dan kerjasama. Pada forum tersebut, tim menjelaskan maksud dan tujuan serta pentingnya melakukan riset peta serta diharapkan kerjasama pihak PCM dalam mensukseskan program tersebut. Dalam forum tersebut, Tim melakukan wawancara ke masing-masing PCM guna menggali data sesuai kuesioner.

3.      Hunting kontak person PRM. Selain itu, dalam forum tersebut Tim juga mengumpulkan kontak person masing-masing pengurus PRM.

4.      Terjun ke PRM.Sesuai kesepakatan waktu yang sudah dibuat dengan PCM dan PRM, Tim mendatangi lokasi masing-masing PRM guna melihat data riil di lapangan. Selain mengunjungi PRM, Tim juga harus mengunjungi kantor PCM untuk melihat data yang ada di lapangan. Dalam membuat appointment, Tim harus membuat nyaman pihak PCM dan PRM sehingga tidak terkesan memaksa dan mengganggu pekerjaan mereka.

5.      Terjun langsung ke PCM dan PRM yang tidak aktif.  Tentu tidak semua PCM dan PRM dapat diajak kerjasama. Hampir dipastikan selalu ada PCM dan PRM yang kurang aktif bahkan tidak ada kontak person yang bisa dihubungi untuk kunjungan ke lapangan. Karena itu, untuk menjembatani persoalan tersebut, Tim harus bekerjasama dengan LPCR maupun pihak PDM serta PCM di sekitarnya untuk memecahkan problem tersebut.

6.      Jangan lupa dokumentasi foto.Masing-masing Tim harus memiliki alat dokumentasi foto meskipun sederhana.Ini sebagai alat bukti dan laporan bahwa mereka sudah terjun ke lokasi.

7.      Pastikan semua problem dapat diselesaikan. Tim diharapkan selalu berkonsultasi dengan koordinator regional serta dengan pihak lokal agar semua kendala dan tantangan dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.

8.      Koordinasi periodik dengan tim lokal. Selama di lokasi, Tim harus berkoordinasi secara periodik dengan Tim lokal sehingga semua data dapat terkumpul dan pulang ke markas dengan hasil yang sangat maksimal dan memuaskan.

C.    Langkah Ketiga: Kembali ke Markas

1.      Kembali ke markas. Setelah semua data terkumpul, Tim kembali ke markas untuk melaporkan semua data yang telah didapatkan dari lapangan.

2.      Memilih dan memilah data. Data yang sudah terkumpul diharapkan dipilih dan dipilah sesuai dengan kebutuhan. Diharapkan masing-masing anggota bertanggung jawab atas tugasnya.

D.    Langkah Keempat: Skoring dan Analisa Data

1.      Skoring data. Setelah data terkumpul, langkah berikutnya adalah skoring kuesioner baik itu Cabang maupun Ranting.

2.      Input data. Data disalin ulang ke dalam program excel atau program yang telah dibuat. Kemudian hasilnya diprint dan dijilid sebagai dokumentasi organisasi.

3.      Analisa data. Tim harus melakukan analisa terhadap data berdasarkan kategori keaktifan yang telah ditetapkan (terlampir). Laporan analisa dapat dibuat berupa tabel maupun grafik agar memudahkan dalam membacanya.

E.     Langkah Kelima: Presentasi, Cetak, Sosialisasi

1.      Public presentation. Setelah semua input dan analisa selesai, langkah selanjutnya adalah mempresentasikan hasil riset kepada warga Muhammadiyah untuk mendapatkan kritik dan saran. Mengadakansebuah forum publik sebagai ajang pelaporan dan presentasi dari hasil riset. Forum ini selain untuk kepentingan bersama juga menjadi ajang evaluasi terhadap kondisi saat iniakar rumput Muhammadiyah. Semua pihak yang terlibat harus diundang dalam forum ini.

2.      Dicetak jadi buku. Setelah proses presentasi dan kritikan datang dari berbagai pihak, maka saatnya tim memverifikasi ulang data lapangan serta memperbaiki hal-hal yang dianggap penting untuk kesempurnaan hasil riset. Setelah selesei, hasil laporan dijadikan bukum, kemudian disosialisasikan ke warga Muhammadiyah, terutama PCM dan PRM.

3.      Sosialisasi terus menerus. Proses sosialisasi tidak hanya dilakukan oleh pihak PTM maupun LPCR Wilayah, tetapi pihak LPCR PDM juga dipersilahkan untuk mempresentasikan di hadapan masing-masing PCM dan PRM-nya sebagai forum untuk evaluasi bersama.

TAHAP 3:

EVALUASI

Tahap evaluasi dilakukan untukmelihat apa saja hal-hal yang harus dibahas selama perjalanan riset ini. Kekurangan dan kendala harus diinventarisir oleh tim untuk menjadi bahan evaluasi pada program-program selanjutnya yang serupa. Mengapa demikian? Riset peta tidak hanya berhenti di sini saja. Dengan data awal yang sudah dilakukan, riset-riset selanjutnya dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan persyarikatan maupun majelis dan lembaga yang membutuhkan riset terkait dengan pengembangan Cabang dan Ranting.

Adapun evaluasi bisa dilakukan antara LPCR PWM dengan pihak PTM, LPCR PWM dengan PWM dan LPCR PDM. Begitu juga evaluasi dapat dilakukan oleh LPCR PDM dengan PCM dan PRM di Daerahnya. Dari hasil riset ini, data dapat digunakan sebagai basis untuk memetakan dakwah dan menentukan program dan kegiatan majelis-lembaga sehingga tepat sasaran.

Tafsir Kiai Dahlan

Jogjakarta -. “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”Apa yang dipesankan Kiai Dahlan kepada para aktivis awal Muhammadiyah adalah sebuah pesan yang sampai hari ini menjadi pengingat betapa Muhammadiyah adalah sebuah organisasi sosial keagamaan yang membuthkan keikhlasan untuk beraktivitas di dalamnya. Pesan inilah yang menjadikan etika dasar bagi para aktivis Muhammadiyah untuk tidak menggunakan asset-aset Muhammadiyah untuk kepentingan pribadi. Pesan ini juga yang menjadikan momok bagi para aktivis Muhammadiyah untuk total mengurusi amal-amal usaha Muhammadiyah. Ada kesan yang tertanam bagi para aktivis Muhammadiyah bahwa bekerja di amal-amal usaha Muhammadiyah adalah sesuatu hal yang tidak membanggakan, mungkin karena pesan dari Kiai Dahlan tentang “jangan hidup di Muhammadiyah” yang menjadikan banyak aktivis Muhammadiyah yang malu untuk terjun di amal-amal usaha Muhammadiyah secara total.Akibatnya banyak amal-amal usaha Muhammadiyah yang masih “bayi” dan belum berkembang benar ditangani secara serampangan, bahkan yang menangani bukan oleh para anggota Muhammadiyah sendiri. Akibatnya amal-amal usaha menjadi tidak memberi keuntungan financial bagi Muhammadiyah, malah bisa menjadi sebuah masalah bagi pengurus Muhammadiyah.Maka bagi penulis, pesan Kiai Dahlan tentang “Hidup hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah” memerlukan penafsiran yang baru tanpa mengurangi semangat dari pesan Kiai Dahlan itu sendiri. Konteks Pesan Kiai DahlanDalamasbabul nuzul-nya, pesan Kiai Dahlan ini ber-setting organisasi Muhammadiyah yang masih muda, di mana belum banyak asset-aset dan amal usaha yang dikelola. Mungkin baru beberapa puluh sekolah dan dua atau tiga panti asuhan. Artinya setting ketika pesan ini dikumandangkan oleh Kiai Dahlan adalah Muhammadiyah yang masih merangkak untuk berkembang. Sehingga perlu keikhlasan para anggota dan aktivis Muhammadiyah untuk mengurusinya.Juga anggota Muhammadiyah banyak yang bekerja di luar Muhammadiyah, karena banyak anggota Muhammadiyah pada waktu itu yang menjadi pedagang. Sehingga kemampuan ekonomi mereka sendiri yang menopang kehidupan mereka sehari-hari. Dengan kemampuan ekonomi yang berlebih inilah, maka amal usaha Muhammadiyah yang pada waktu itu tidak memberi keuntungan secara ekonomi seperti sekolah dan panti asuhan harus dibantu oleh para anggota Muhammadiyah.Maka konteks pesan dari Kiai Dahlan “hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah” adalah agar para anggota Muhammadiyah mencari hidup di luar Muhammadiyah, karena bekerja di amal usaha Muhammadiyah pada waktu itu tidak mungkin mendapat keuntungan finansial yang berarti. Bila mereka sudah sukses bekerja di luar Muhammadiyah, seperti menjadi dokter, pedagang dll, maka mereka diharapkan menghidupi Muhammadiyah dengan kemampuan financial dan tenaga yang di dapat dari usaha mereka bekerja.Maka relevansi dari pesan pada konteks zaman Kiai dahlan hidup inilah yang menjadikan keyakinan penulis. Bahwa pesan dasar Kiai Dahlan agar setiap anggota Muhammadiyah menghidupi Muhammadiyah yang masih muda ini dengan semangat keikhlasan dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah. Karena hidup di Muhammadiyah tidak akan mendapat keuntungan finansial yang cukup bagi kehidupan sehari-hari.Pesan yang visioner dari “jangan mencari hidup di Muhammadiyah” kita diharapkan agar jangan menjadi “benalu” di amal-amal usaha Muhammadiyah yang dapat menyebabkan kematian atau kerusakan amal usaha Muhammadiyah itu sendiri. Maka hangan hidup di Muhammadiyahdengan pekerjaan yang merusak citraMuhammadiyah, semisal Muhammadiyahhanya dijadikan cap terhadap sebuah proyek yang nantinya keuntungannya untuk kepentingan pribadi itu dilarang oleh Kiai Dahlan.

Tafsir Baru Pesan Kiai Dahlan

Lalu ketika amal-amal usaha Muhammadiyah, khususnya sekolah dan kampus Muhammadiyah berkembang dengan sangat mencengangkan dan usaha pendirian sekolah dan kampus ternyata memberi keuntungan finansial dan dapat memberi penghidupan banyak karyawan, guru dan dosen apakah pesan ini masih relevan.

Penulis pernah mendapat pengalaman yang berarti tentang pesan “hidup hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”. Ketika penulis berkunjung ke sebuah SMA Muhammadiyah di Kabupaten Bantul untuk kebutuhan penyaluran zakat, penulis mendapat tawaran mengajar dari kepala sekolah. Dia meminta penulis karena mata pelajaran ini sesuai dengan bidang kesarjanaan penulis.

Yang menarik, di akhir tawaran itu, kepala sekolah menjelaskan bahwa kalau mengajar di sini penulis harus “ikhlas” karena ini sesuai dengan semangat Muhammadiyah, artinya “ikhlas tidak dibayar”. Pada akhir tawaran itu ada aforisma Kiai Dahlan yang diucapkan kepala sekolah “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammdiyah”. Penulis sebenarnya maklum dengan keadaan finansial SMA tersebut sehingga klau mengajar tidak dibayar. Yang menarik adalah pesan Kiai Dahlan itu menjadi senjata pamungkas dari sebuah usaha “ikhlas” untuk mengurusi Muhammadiyah.

Kisah yang lain tentang “Hidup hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah” itu sering ditafsirkan secara “kejam” di kalangan Muhammadiyah. Seperti masalah gaji guru di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tidak memenuhi UMR. Agar mereka jangan hidup di Muhammadiyah, mereka mencari penghidupan di luar mengajar di sekolah Muhammadiyah. Sehingga pekerjaan mereka sebagai guru di Muhammadiyah tidak dilakukan secara total.

Masalah pekerjaan bagi para aktivis Muhammadiyah, khususnya yang ada di tubuh aktivis Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah, juga menjadi kasus yang dapat dijadikan dasar atas penafsiran baru atas pesan Kiai Dahlan di atas.

Kasus yang terjadi adanya aktivis Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah yang keluar dari ortom yang menaungi mereka karena masalah pekerjaan. Banyak dari mereka yang kecewa terhadap amal-amal usaha Muhammadiyah yang tidak memberi informasi kepada aktivis Muhammadiyah tentang sebuah lowongan pekerjaan.

Bagi mereka informasi terhadap ortom-ortom tentang lowongan pekerjaan di amal usaha Muhammadiyah bearti mereka yang aktif di Muhammadiyah mendapat kemudahan untuk bekerja di amal usaha Muhammadiyah. Kenyataan yang berkembang di dalam amal usaha Muhammadiyah adalah pesan Kiai Dahlan tentang aktivis Muhammadiyah yang “jangan mencari hidup di Muhammadiyah” sehingga aktivis-aktivis yang membutuhkan pekerjaan tidak mendapat kesempatan untuk bekerja di amal usaha Muhammadiyah.

Semangat dari Pesan Kiai Dahlan

Semangat dari pesan Kiai Dahlan pada masa sekarang adalah agar menjaga Muhammadiyah dan amal-amal usahanya tetap dijaga oleh kader-kader Muhammadiyah dengan mengedepankan semangat profesionalitas. Pesan “Hidup hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammdiyah,” bukan suatu justifikasi tentang keikhlasan dalam mengurusi Muhammadiyah yang berakhir pada minimnya gaji para pengelola amal usaha Muhammadiyah.

Mengedepankan semangat dasar dari pesan Kiai Dahlan terhadap pesan ini adalah sebuah usaha menafsirkan kembali pesan ini sebaik-baiknya. Jangan sampai pesan ini malah menjadi bumerang bagi Muhammadiyah sendiri yang kian hari makin membenahi organisasinya.  (im. -Ketua Pemuda Muhammadiyah Jogjakarta-)