
PCM GKB – Satu pertanyaan sederhana, namun menggetarkan hati: Sudahkah aku pantas menjadi guru Muhammadiyah?
Pertanyaan ini menjadi pemantik dalam Kajian Ideologi Muhammadiyah yang diikuti seluruh guru dan karyawan SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik di Ruang Coding and AI Center (CAC Room), bersama Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik, Ustadz Hilmi Aziz Hamim S.Ag., M.Pd.I.
“Menjadi guru itu pekerjaan yang penuh berkah. Maka bersyukurlah,” ungkapnya mengawali kajian.
Namun, menurutnya, tidak cukup hanya menjadi guru. Jika kita berada di lingkungan Muhammadiyah, maka ada tanggung jawab lebih: menjadi guru yang mencerminkan ideologi dan semangat perjuangan Muhammadiyah.
“Kalau kita pakai ketu (peci), lalu tidak muat, yang menyesuaikan kepalanya atau ketunya? Yang diganti kepalanya atau ketunya, ditukar nomernya?” tanyanya kepada peserta. Dengan kompak peserta pun menjawab, bahwa yang diganti adalah pecinya bukan kepalanya.
“Nah begitu lah ketika kita menjadi pimpinan maupun guru di amal usaha Muhammadiyah, kitalah yang menyesuaikan aturan di Muhammadiyah,” jelasnya.
Dia lantas mengajak guru dan karyawan Muhammadiyah agar bercermin. “Coba sesekali berkaca. Tanyakan pada diri sendiri, Apakah saya sudah pantas menjadi guru Muhammadiyah? Jika belum, mari kita terus memantaskan diri,” tuturnya pelan namun mengena.
Dalam kajian ini, Ustadz Hilmi menyampaikan kembali pesan abadi KH Ahmad Dahlan. “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah.”

Dia menegaskan, bukan berarti tidak boleh menerima gaji, tapi bekerjalah dengan sungguh-sungguh. Jangan bermalas-malasan, apalagi menjadi benalu di amal usaha. Kalau semua begitu, lama-lama Muhammadiyah bisa mati..
Lebih lanjut, Hilmi menjelaskan bahwa ideologi Muhammadiyah adalah keyakinan dan teori perjuangan, yang membentuk cara pandang dan arah hidup warganya.
Ada beberapa dokumen ideologis yang menjadi pilar Muhammadiyah: pertama, Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (MADM), Kepribadian Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH), Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), Himpunan Putusan Tarjih (HPT) dan buku tanya jawab agama, yang saat ini sudah ada 9 jilid.
Dia mengulas cukup dalam pokok-pokok pemikiran dalam Muqadimah AD Muhammadiyah, di antaranya: hidup harus berdasarkan tauhid, hukum Allah sebagai hukum tertinggi, semangat berorganisasi, serta komitmen mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Menariknya, Hilmi memberi contoh bagaimana tauhid kadang bergeser tanpa kita sadari. Salah satunya dalam budaya membuat bubur suro di bulan Muharram.
“Kata suro itu berasal dari Asyura, tanggal 10 Muharram yang disunnahkan puasa. Tapi umat Islam Jawa malah membuat bubur merah-putih, bukan berpuasa. Esensinya bergeser. Inilah pentingnya kita kembali pada ruh ajaran Islam yang murni,” jelasnya. (*)
Penulis Ain Nurwindasari. Editor Ichwan Arif.