
PCM GKB – Suasana Masjid Taqwa SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik pada Jumat malam, 8 Agustus 2025, terasa khusyuk ketika jamaah berkumpul selepas Magrib. Di hadapan mereka, Ustaz Rofi’ Munawar, Lc., memimpin kajian Asbabun Nuzul dengan tema Sepenggal Peristiwa Hijrahnya Nabi. Kajian ini juga disiarkan secara langsung lewat kanal YouTube sehingga masyarakat luas bisa turut menyimak.
“Alhamdulillah kita baru saja menunaikan salat Magrib berjamaah. Mudah-mudahan diterima Allah,” buka Ustaz Rofi’, sembari menekankan pentingnya momen ini sebagai awal renungan mendalam. Malam itu, ayat yang dia bahas adalah Surat Al-Baqarah ayat 44. Ayat yang menurutnya “sangat berat” karena menyentuh persoalan iman, introspeksi, dan kejujuran dalam beramal.
Ustaz Rofi’ mengingatkan, meski ayat tersebut turun terkait bangsa Yahudi, pesan yang terkandung berlaku universal. “Kalau sifat-sifat yang disebutkan Allah ada dalam diri kita, maka kita pun bisa terkena peringatan yang sama,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa ayat ini bukan sekadar kisah sejarah, tetapi juga cermin yang harus membuat setiap muslim bercermin terhadap dirinya sendiri.
Surat Al-Baqarah ayat 44 berbunyi: “Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah: 44). Menurut Ustaz Rofi’, ayat ini tertuju kepada kaum Yahudi yang pandai memerintahkan kebaikan, namun abai menjalankan sendiri ajaran Taurat yang mereka baca.
Mengutip kitab Asbabun Nuzul karya Imam Al-Wahidi, beliau menjelaskan riwayat Ibnu Abbas. Diceritakan, orang-orang Yahudi Madinah kerap menyuruh kerabat mereka yang muslim untuk setia kepada Islam, karena mengakui kebenaran Nabi Muhammad ﷺ. Namun ironisnya, mereka sendiri enggan mengikuti ajaran itu. “Mereka bilang perintah Nabi itu benar, tapi tidak mereka jalankan. Inilah paradoks yang dikecam Allah,” papar Ustaz Rofi’.
Tafsir Ibnu Katsir juga menyinggung bahwa ahli kitab dan orang-orang munafik sering memerintahkan salat dan puasa, tetapi mereka sendiri lalai. Kritik ini bukan hanya untuk umat terdahulu, melainkan pengingat agar umat Islam sekarang tidak jatuh dalam sikap serupa: pandai menasihati, tapi enggan mengamalkan.
Sepenggal Kisah Hijrah Rasulullah
Menariknya, dalam kajian ini Ustaz Rofi’ juga menghubungkan ayat tersebut dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad ﷺ. Ia mengingatkan kembali penggalan perjalanan Rasulullah bersama Abu Bakar menuju Gua Tsur, sebagaimana dalam QS. At-Taubah ayat 40.
“Hijrah adalah momentum besar, bukan hanya pindah kota dari Makkah ke Madinah, tetapi juga perpindahan ideologi, cara pandang, dan peradaban,” ujarnya. Nabi Muhammad ﷺ berhadapan dengan ancaman besar, sementara Abu Bakar menunjukkan keteguhan imannya. Momen di gua itu diabadikan Allah agar umat Islam mengambil pelajaran tentang keberanian, kesabaran, dan keikhlasan dalam perjuangan dakwah.
Ustaz Rofi’ menekankan bahwa peristiwa hijrah menjadi bukti nyata bahwa pertolongan Allah datang di saat paling genting. “Kalimat ‘jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita’ bukan hanya penghibur untuk Abu Bakar, tetapi juga pesan abadi bagi kita semua,” tegasnya.
Sejarah panjang kaum Yahudi juga tidak luput dari bahasan. Ustaz Rofi’ menyebut mereka sebagai bangsa yang cerdas dalam retorika dan pandai mengarahkan orang lain, namun sering gagal mengamalkan ajaran yang mereka yakini. Bahkan, rasa iri mereka muncul karena Nabi terakhir tidak berasal dari keturunan Ishak, melainkan dari garis keturunan Ismail melalui Nabi Muhammad ﷺ.
“Kedengkian ini berlanjut hingga kini, termasuk konflik berkepanjangan di Palestina,” jelasnya.
Kemudian ia menyinggung bagaimana bangsa Yahudi yang dahulu tercerai-berai akhirnya membentuk negara Israel dengan dukungan Barat, lalu merebut tanah Palestina pada 1948. “Kebencian itu mata rantainya panjang, dari zaman Nabi sampai sekarang kita masih menyaksikannya,” tambahnya.
Bagi jamaah, kaitan sejarah panjang ini membuka wawasan bahwa Al-Qur’an tidak hanya bicara masa lalu, tetapi juga relevan dalam membaca dinamika dunia hari ini.
Introspeksi dan Implementasi dalam Kehidupan
Ustaz Rofi’ lalu mengajak jamaah merenung. Ia berpesan, jangan sampai kita hanya pandai menyeru kebaikan, tapi lupa menjalankannya. “Kalau kita menyuruh anak kita salat, kita pun harus salat. Kalau kita menyuruh orang lain jujur, kita juga harus jujur. Jangan sampai ada kontradiksi dalam amal,” pesannya.
Beliau juga menekankan bahwa Islam menolak kasta dan diskriminasi sosial. Kemuliaan seseorang di hadapan Allah hanya ditentukan oleh takwa, bukan kekayaan atau kedudukan. “Dalam salat, semua setara. Kaya, miskin, pejabat, rakyat—semua rukuk dan sujud bersama. Itulah pendidikan kesetaraan dalam Islam,” ujarnya.
Di akhir kajian, Ustaz Rofi’ mengingatkan bahwa inti dari ayat ini adalah seruan agar setiap muslim menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang aplikatif. Bukan hanya dibaca, tetapi diamalkan secara nyata.
Usai kajian, jamaah pulang dengan bekal renungan: jangan hanya pandai berbicara, tetapi harus meneladani dengan amal nyata. Demikianlah esensi dari kajian Asbabun Nuzul bersama Ustaz Rofi’ Munawar: sebuah ajakan untuk menjadikan iman lebih jujur, amal lebih konsisten, dan hati lebih tulus mengikuti jejak hijrah Rasulullah ﷺ. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah
Eksplorasi konten lain dari PCM GRESIK KOTA BARU (PCM GKB)
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
