
PCM GKB – Kajian akidah kembali dilaksanakan di Masjid Taqwa, SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik, pada 9 Oktober 2025. Ustaz Bangun Samudro hadir di hadapan jemaah untuk membahas lanjutan akhlak, kali ini fokus pada akhlak dalam keluarga. Setelah menuntaskan pembahasan tentang akhlak pribadi, yakni sikap pemaaf, kini ustaz mengupas ajaran fundamental yang Rasulullah SAW ajarkan: birrul walidain.
Ustaz Bangun Samudro menjelaskan, konsep birrul walidain adalah istilah yang murni berasal dari ajaran Rasulullah Muhammad SAW. “Apa sih ilmu birrul walidain itu? Birrul walidain ini adalah berbakti kepada orang tua,” ujarnya.
Ia menegaskan, berbakti dan berbuat baik kepada orang tua bukan sekadar memenuhi tuntutan norma susila atau karena kesopanan semata. Posisi birrul walidain dalam Islam sangat istimewa, bahkan beberapa ayat Al-Qur’an meletakkannya tepat setelah perintah mengibadati Allah.
Kedudukan Birrul Walidain
Setelah Ibadah kepada Allah Ustaz Bangun Samudro mengajak jemaah membuka beberapa surah Al-Qur’an sebagai dasar penetapan kaidah syar’i ini. Ia mengutip Surah Al-An’am, Surah ke-6, Ayat 151. “Coba bukakan saya surah Al-An’am, surah keenam ayat 151. Qul ta’alau atlu ma harrama rabbukum ‘alaikum alla tusyriku bihi syai’an wabil walidaini ihsana,” katanya.
Terjemahannya berbunyi, “Katakanlah (Muhammad), ‘Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan memperserikatkan Allah dengan apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua’.”
Ia menekankan bahwa setelah kalimat beribadah kepada Allah (wa’budullah), Allah langsung menyambungnya dengan perintah wabil walidaini ihsana. Hal serupa Allah tetapkan dalam Surah An-Nisa, Ayat 36. “Sembahlah Allah, jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Setelah itu, Allah langsung sebut dengan berbuat baiklah kepada orang tua.”
Posisi berbuat baik kepada orang tua ini, menurut ustaz, menempati urutan kedua dalam ayat-ayat Al-Qur’an setelah ibadah kepada Allah. Demikian pula pada Surah Al-Isra, Ayat 23, yang menyebutkan, “Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan berbuat baiklah kepada ibu bapak.”
“Berarti berbakti kepada orang tua di sisi Allah sangat luar biasa. Jangan sampai kita menjadi anak yang kebalikannya: durhaka,” tegas Ustaz Bangun Samudro, mengingatkan jemaah akan pentingnya Birrul Walidain.
Amalan Paling Dicintai Allah dan Hikmah Bersyukur
Ustaz Bangun Samudro juga mengaitkan birrul walidain dengan amalan yang paling Allah cintai, merujuk pada hadis muttafaq ‘alaih yang diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Mas’ud. “Rasulullah ketika ditanya, ‘Ya Rasulullah, amalan apa yang paling dicintai Allah?’ Rasul menjawab: As-shalatu ‘ala waqtiha. Salat tepat pada waktunya,” kata ustaz.
Kemudian, pertanyaan dilanjutkan, “Kemudian apa lagi, ya Rasul?” Jawaban Rasulullah adalah birrul walidain. Lalu, amalan ketiga yang Rasul sebutkan adalah jihad fii sabilillah. Ini menunjukkan bahwa birrul walidain menempati posisi nomor dua terbaik setelah salat tepat waktu.
Lebih lanjut, Ustaz Bangun Samudro menjelaskan makna kata birrul walidain. “Birru artinya al-birru, yakni kebajikan. Walidain artinya orang tua, yaitu ibu dan bapak. Jadi, birrul walidain adalah berbuat baik kepada keduanya,” paparnya.
Perintah ihsan kepada ibu bapak juga Allah tunjukkan kepada Bani Israil, bukan hanya umat Muhammad. Ia mengutip Surah Al-Baqarah, Ayat 83, yang menyebutkan bahwa setelah Allah mengambil janji dari Bani Israil agar tidak menyembah selain Dia, Ia langsung menyambungnya dengan perintah wabil walidaini ihsana. Ini membuktikan betapa utama dan pentingnya berbakti kepada orang tua.
Ustaz Bangun Samudro menambahkan bahwa Allah mewasiatkan kepada seluruh manusia untuk berbuat baik kepada ibu bapak, bahkan sampai menyebutnya sebagai kewajiban. “Kami wajibkan Allah pakai kata wajib. Wa washshainal insana biwalidaihi husna. Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua orang tuanya,” ia mengutip Surah Al-Ankabut, Ayat 8.
Wasiat ini selaras dengan perintah bersyukur kepada Allah dan orang tua secara langsung. “Wasiat Allah itu, bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orang tuamu (Anisykur lii waliwa lidaik, ilayyal mashiir),” tuturnya, mengutip Surah Luqman, Ayat 14. Inilah dasar dari hadis Rasulullah yang masyhur, “Keridaan Allah ada pada keridaan orang tua (Ridhallahi fii ridhal walidain).”
Batas Ketaatan dan Pengalaman Pribadi
Ustaz Bangun Samudro membagikan pengalamannya sebagai mualaf untuk menggarisbawahi pentingnya birrul walidain, meskipun dalam kondisi sulit. “Saya pun tetap berterima kasih waktu itu, walaupun dalam hati bertentangan. Saya diusir, saya dibuang, tetapi karena Allah bilang bersyukurlah kepada orang tuamu dan harus berbuat baik,” kenangnya.
Ia bercerita, saat masa awal masuk Islam, ia tidak pernah meninggalkan orang tuanya. “Enggak pernah enggak datang, walaupun enggak diterima, walaupun enggak dibukain pintu, saya tetap datang masa-masa itu,” ujarnya. Keluarga menerimanya kembali setelah cucu, anak pertamanya, lahir.
Ustaz menekankan bahwa birrul walidain tidak berarti menerima semua perintah orang tua. Ia mengutip Surah Luqman, Ayat 15, sebagai batasan ketaatan, “Jika keduanya memaksamu mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang kamu tidak punya ilmunya, jangan diikuti.”
Ia mencontohkan, “Contoh, bapaknya Nasrani, anaknya Islam, ‘Kamu harus ke gereja.’ Tidak boleh dituruti.” Ustaz Bangud Samudro juga menceritakan pengalamannya sendiri saat diusir karena tidak lagi mau ke gereja. Ia pun menceritakan bagaimana ia membatalkan rencana ayahnya untuk mendonorkan organ setelah wafat dan meminta dikremasi karena kedua hal itu tidak sesuai dengan kaidah syar’i Islam, meski sang ayah yang memintanya.
“Allah yang tidak membolehkan: Wa in jahadaaka ‘ala an tusyrika bi maa laysa laka bihi ‘ilmum fa laa tuthi’humaa. Kalau kamu tidak punya ilmunya, jangan kau taati keduanya,” pungkasnya. Jadi, birrul walidain tidak berarti semua permintaan orang tua diterima, terutama jika bertentangan dengan syariat Allah.
“Makanya saya bilang sama yang generasi-generasi, coba saya dulu enggak maju, enggak menentang sampai dimusuhi keluarga. Jadi saya yang paling dimusuhi sama keluarga, Pak,” tutup Ustaz Bangun Samudro, menceritakan perjuangannya berdakwah di keluarganya yang sangat majemuk keyakinan. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah
Eksplorasi konten lain dari PCM GRESIK KOTA BARU (PCM GKB)
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
