Drama Kolosal Spemdalas

Drama Kolosal Muhammad Al-Fatih Memesona Spemdalas Final Moment

Drama Kolosal Spemdalas
Adegan saat Al-Fatih mengalahkan Raja dan Pasukan Bizantium dalam drama kolosal, Sang Penakluk Konstantinopel dalam SFM di Ballroom Aston Hotel Gresik Kota Baru (GKB) Jalan Sumatra No.1-5 Gresik Kota Baru (GKB) Randuagung, Kecamatan Kebomas Gresik, Sabtu (21/6/2025) (Tagar.co/Fitri Wulandari)

PCM – Lantunan Surat Al-Mulk menandai lahirnya seorang tokoh besar Islam dalam drama kolosal Spemdalas Final Moment (SFM) XXII SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik dengan tema Today Achievers, Future Leaders yang dilaksanakan di Ballroom Aston Hotel Gresik Kota Baru (GKB) Jalan Sumatra No.1-5 Gresik Kota Baru (GKB) Randuagung, Kecamatan Kebomas Gresik, Sabtu (21/6/2025).

Mengangkat judul Sang Penakluk Konstantinopel, 54 siswa menampilkan adegan-adegan yang menggambarkan peristiwa bersejarah dalam kisah perjuangan Islam. Dikisahkan Kerajaaan Romawi dengan Pasukan Bizantium yang dikenal kuat dan tak terkalahkan.

Namun, di belahan dunia yang lain. Lahirlah seorang putra dari Sultan Murad. Diberi nama Muhammad Al Fatih, pengeran ini diharapkan membawa kesejahteraan dan kemakmuran untuk negeri. Adegan bergulir ketika Al Fatih mengaji dengan bimbingan Syeikh Ahmad.

“Fatih, jika kamu menghapal Alquran kau harus mengerti juga kandungan ayatnya. Surat yang baru saja kau baca itu pada intinya berisi bahwa Allah adalah Maha Raja. Raja yang menguasai, mengatur dunia ini. Semua adalah milik-Nya dan akan kembali kepada Allah,” jelas Syeikh Ahmad.

Di usai yang muda, Al Fatih merasa resah melihat kondisi masyarakat. Ia tergerak untuk mengubah kondisi masyarakat.

Pada hari Jumat, tanggal 6 April 1453 Masehi setelah melakukan sholat, Muhammad Al-Fatih bersama gurunya Syeikh Ahmad Syamsudin, beserta pasukannya merencanakan penyerangan ke Konstantinopel dari berbagai penjuru benteng kota tersebut.

“Bertahun-tahun kita selalu lemah, selalu gagal merebut Konstantinopel. Malam ini, dengan nama Allah, kita akan bertaruh nyawa, hidup atau mati kita adalah Islam yakinlah kita pasti menaaang…,” disampaikan Al Fatih untuk membakar semangat prajurit tempurnya.

Di panggung nampak dua pasukan yang berperang. Pasukan Binzantiun dengan baju nuansa merah nampak membawa pedang. Sedangkan pasukan muslim dengan baju putih bersurban siap dengan panah dan pedang.

Suara adu pedang, teriakan semangat, dan lightning yang ciamik meramu adegan perang besar dalam sejarah Islam itu dengan apik.

Tak lama, nampak tubuh-tuhuh Pasukan Binzantiun yang tergeletak dengan tusukan pedang dan anak panah dari pasukan muslim. Dengan semangat membara, Al Fatih mampu mengalahkan Raja Romawi dengan pedangnya.

Dengan suara serak, Al Fatih berkata, “Akhirnya pedangku bisa menembus tubuhmu! Ini karena Allah Maha Besar dan Islam. Sebelum nafasmu berhenti karena pedangku, kau akan lihat Konstantinopel yang indah, akan menjadi milik umat Islam. Islam menang, Islam berjaya!

Maka, runtuhlah Konstantinopel dan jatuh di tangan Al Fatih muda. Adegan ini ditandai dengan masuknya seluruh pemain drama kolosal ke atas panggung. Mereka memberikan salam untuk mengakhiri penampilan.

Sempat Grogi

Pemeran tokoh Al Fatih, Azzidan Arafah, siswa VIII DTCP Iodine menyatakan dirinya merasa senang dan bangga dapat memerankan tokoh besar, Muhammad Al Fatih.

“Sempat grogi juga karena akan menjadi sentral. Alhamdulillah, dengan latihan rutin dan semngat dari pembina dan teman-teman, semua dapat teratasi. Serasa saya bisa merasakan gelora semangat dalam diri Al Fatih,” jelasnya.

Kesan berbeda disampaikan pemeran Sultan Murad II, ayah Ahmad Fatih, M. Nararya Purwanto. Siswa kelas IX ICP Granada ini awalnya tertarik untuk memerankan Raja Konstantinopel. Namun, setelah sesi latihan ternyata dia merasa cocok untuk memerankan Sultan Murad.

“Dari beberapa kali latihan, saya dapat mengambil pelajaran bahwa memerankan karakter sungguh menantang. Kita perlu inprovisasi, disiplin, dan totalitas,” jelasnya.

Dia mengaku senang memerankan Sultan Murad. Saya jadi tertarik untuk mempelajari sosok yang akan saya tampilkan tersebut.

Pelatih drama kolosal Sang Penakluk, Bambang Hermanto, S.Sn. menyampaikan rasa syukurnya karena seluruh pemain memiliki disiplin dan etos belajar yang tinggi.

“Banyak siswa yang belajar mendalami peran secara aplikatif. Mereka semangat sekali saat berlatih. Dan Alhamdulillah, hari ini kami dapat mempersembahkan penampilan yang tak hanya menghibur, namun juga dapat mengajarkan spirit perjuangan dalam Islam,” ucapnya.

Dia berharap spirit itu dapat menjadikan siswa-siswi memiliki karakter kuat dan tangguh, serta memegang teguh syariat agama dalam menghadapi tantangan dunia modern,” tambah guru SBK Spemdalas ini mantap. (#)

Penulis Fitri Wulandari. Editor Ichwan Arif.