Belajar Husnudzan pada Allah dari Pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail; Liputan Sayyidah Nuriyah
PCM GKB – Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB Gresik, didukung oleh Masjid Taqwa SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas) Gresik, menggelar shalat Idul Adha di lapangan GKB Convex. Alamatnya di Jalan Jawa, Karanggondang, Yosowilangun, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Tepat sebelum shalat Id dimulai, ada pengumuman kepada para jamaah yang telah memadati lapangan itu. Lazismu PCM GKB Gresik menyalurkan total 50 sapi dan 16 kambing dari 350 peserta.
Rinciannya: baksos sekolah 14 sapi 9 kambing, di Spemdalas 13 sapi 7 kambing, di Tulung Kramat Panti Asuhan Muhammadiyah Gresik 3 sapi, di Ponorogo 1 sapi, dan 19 sapi di Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim untuk alokasi ketahanan pangan.
Usai shalat, Ghoffar Ismail menyampaikan khutbahnya. Pria asli Lamongan yang kini tinggal di Yogyakarta itu menjabat Ketua Divisi Kader Majelis Tarjih dan Tadjid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Dia juga pendiri Pusat Dakwah Muhammadiyah (Muallaf) Minggir (PDMM) Sleman.
Di awal khutbahnya, Badan Pembina Pesantren (BPP) Pesantren Tahfidz Atmowahono Sukoharjo dan BPP MBS al-Itqan Brondong ini menegaskan, “Kurban merupakan peristiwa yang sangat asasi dalam kehidupan kaum Mukminin. Di sana ada sejarah, ibadah, dan hikmah yang bisa kita ambil untuk memperbaiki hidup saat ini dan masa depan.”
Ustadz Ghoffar—panggilan akrabnya—mengungkap, dalam sejarah, kurban bukan hanya peristiwa yang baru dialami para nabi-nabi di akhir tapi sudah sejak masa Nabi Adam AS. “Yakni pada peristiwa putranya, Qabil dan Habil, untuk diterimanya sebuah amal melalui sebuah proses pengorbanan,” ujarnya, Rabu (28/6/2023).
Ujian Terberat Ayah
Kemudian mendapatkan momentum dahsyat ketika pengorbanan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS. “Ibrahim contoh paling nyata! Di dalamnya berisi ketaatan kepada Allah, ketakwaan, kesabaran, dan tawakal yang dilandasi tauhid yang benar kepada-Nya,” imbuh penggagas dan juga ketua BPP Pesantren Modern Muhammadiyah Green School (MGS) Yogyakarta ini.
Hal ini, kata Ghoffar, tercermin mulai dari Nabi Ibrahim tidak mempunyai anak. Kemudian Allah memberikan putra yang sangat disayanginya. Tapi putra yang sangat disayangi ini kemudian diuji Allah untuk diletakkan di tempat yang sangat asing, di lembah yang tidak memiliki tumbuhan.
“Itulah ujian terberat bagi seorang ayah. Ketika mencintai putranya begitu besar maka ujiannya adalah dipisahkan darinya,” ungkap Dosen Prodi PAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Dosen Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) itu.
Maka ditinggalkan Ismail oleh Ibrahim di tempat itu, kemudian datang kembali ternyata dengan membawa misi yang lebih berat: perintah untuk menyembelihnya. Allah menyatakan itu dengan tegas dalam al-Quran: Ibrahim mengatakan, “Wahai anakku, saya melihat di dalam tidur (bermimpi) bahwa saya menyembelihmu.”
Ghoffar lantas menuturkan, “Hari pertama Nabi Ibrahim ragu. Kemudian mimpi itu datang kembali. Nabi Ibrahim lalu berpikir ini bukan mimpi biasa. Hari ketiga mimpi itu datang lagi. Nabi Ibrahim mengatakan, Ini kepastian yang diperintahkan Allah. Lalu Allah mengatakan, wahai Ibrahim engkau telah membenarkan mimpi ini.”
Bukan Pengorbanan Biasa
Setelah itu Nabi Ibrahim bertanya pendapat putranya. Menurutnya, ini bukan pengorbanan biasa. Kalau biasa, mungkin harta kita yang diminta. Mungkin panen atau jabatan, bukan keluarga.
“Apa kata putranya (Ismail)?” tanya Ghoffar retorik, lalu menjawab, “Dengan tegas, dia menjawab, lakukan yang diperintahkan wahai Abah. Insyaallah engkau mendapatiku orang yang sabar.”
Adapun rangkaian seluruh peristiwa kurban Ibrahim dan Ismail, bahkan istrinya Hajar telah menjadi bagian penting dari ibadah haji dan kurban yang wajib dilaksanakan oleh kaum Muslimin. Ibadah-ibadah di dalam umrah, haji dan kurban, seperti tawaf, sa’i, wukuf, mabit, lontar jamarat, tahallul dan penyembelihan kurban itu sendiri adalah ibadah penting bagi umat Islam yang wajib ditunaikannya.
“Di sini menandakan peristiwa itu begitu dahsyat! Pada masa Ibrahim dan putranya Ismail menjadi sejarah yang tidak terlupakan dan menjadi syariat bagi kaum Muslimin seluruh dunia saat ini. Memang Islam agama yang diturunkan sejak awal Nabi Adam hingga Nabi Muhammad,” ujar Tim Pengembang Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah itu.
Hikmah Optimis dan Tawakkal
Dari sejarah ibadah itu, Ghoffar mengambil hikmah, ibadah kurban membawa kita mewujudkan keluarga yang kuat dan optimis dalam menatap masa depan. “Sering saat ini kita dihadapkan dengan cerita dan berita yang kadang membuat hati ini gundah gulana. Apa yang terjadi saat ini dan masa depan? Kita, manusia, jelas tidak memiliki pengetahuan untuk itu,” ungkapnya.
Dengan peristiwa yang terjadi pada Nabi Ibrahim dan Ismail AS, lanjutnya, kita mendapatkan bagaimana dua manusia ini senantiasa husnudzan kepada Allah SWT. “Mereka sangat mempercayai Allah. Ketakwaannya membawa mereka berprasangka baik kepada Allah,” imbuh BPP Pondok Pesantren Tahfidz Muhammadiyah Ibnu Juraimi Yogyakarta dan BPP MBS Jombang itu.
Ghoffar lantas menegaskan, “Allah Maha Kaya. Kita manusia hanya bisa percaya dan husnudzan kepada Allah SWT. Tentu ikhtiar harus kita lakukan. Tapi manusia hanya bisa berikhtiar semampu yang bisa dilakukan. Semuanya tergantung Allah SWT.”
Menurutnya, yang perlu kita tanamkan hanya tawakal kepada Allah SWT. Di dalam al-Quran, lebih dari lima kali Allah menyebutkan, Allah sangat suka orang yang bertawakal. “Ternyata tawakal bukan sekadar pasrah tapi dimulai dengan usaha maksimal dan ikhtiar sungguh-sungguh, melakukan yang terbaik. Lalu kita minta berdoa yang tidak pernah putus kepada Allah SWT,” ungkapnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni